Monday 4 May 2015

fikih



UJIAN TENGAH SEMESTER FIQIH Dosen pembina:Hepni zain Oleh IMAM SYAHRONI 084131124 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER 2013 TUGAS UTS FIqIH. 1. manfaat saudara mempelajari ilmu fikih? Allah telah menetapkan hukum dari segala sesuatu dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Para ahli ushul fiqihDengan mempelajari Fiqih Islam, kita akan menjadi orang yang berilmu karena mengetahui hukum-hukum agama. Kalau kita telah menjadi orang yang berilmu, maka kita akan memiliki banyak kelebihan dan keutamaan diatas orang-orang yang tidak berilmu. Dengan memanfaatkan jerih payah para ahli fiqih tersebut, para ahli fiqih kemudian menjelaskan hukum dari segala sesuatu. Penjelasan-penjelasan tersebut tertuang dalam Fiqih Islam. Jadi dengan mempelajari Fiqih Islam, kita akan mengetahui hukum dari segala sesuatu, sehingga kita bisa menjalani kehidupan sesuai dengan hukum-hukum tersebut. Dengan menjalani kehidupan sesuai dengan hukum-hukum Allah tersebut, kita akan selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. Allah berfirman :“Katakanlah : Apakah sama antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu?”(QS Az-Zumar: 9)Sebaik-baik hamba Allah ialah yang paling takut kepada-Nya. Seseorang tidak akan memiliki rasa takut kepada Allah kecuali jika dia itu orang yang berilmu. Allah berfirman :“Yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu”. (QS Faathir: 28) Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Allah berfirman :“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang dikaruniai ilmu”. (QS Al-Mujadalah : 11) Allah memerintahkan bahwa sebagian diantara orang-orang mukmin harus ada yang memperdalam agamanya, untuk kemudian memberi peringatan kepada saudara-saudaranya sesama mukmin yang lain. Allah berfirman :“Mengapa tidak pergi dari setiap kelompok diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang din dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri”. (QS At-Taubah 122) Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan atasnya, maka Allah akan menjadikannya paham dalam masalah agamanya” (HR Bukhari-Muslim, dari Muawiyah ra). 2. terdapat empat prinsip islam dalam menetapkan sebuah hukumdiantaranya :prinsip kemaslahatan,keadilan, dan kesetaraan,jelaskan prinsip-prinsip tersebut..!!  Menegakkan Keadilan Keadilan memiliki beberapa arti.Secara bahasa, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya (wadl’ al-syai’ fi mahallihi). Salah satu keistimewaan syariat Islam adalah memiliki corak yang generalistik, datang untuk semua manusia untuk menyatukan urusan dalam ruang limgkup kebenaran dan memadukan dalam kebaikan. Dalam bebrapa ayat al-Quran dijumpai perintah untuk berlaku adil, diantaranya sebagai berikut: 3. “ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Maidah: 8), 4. Tentang menegakkan keadilan tanpa pandang bulu telah dicontohkan oleh Nabi sendiri.Pernah suatu hari Nabi menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seorang perempuan dalam kasus pencurian.Lalu keluarga terhukum meminta `Usamah bin Zaid (salah seorang sahabat dekan Nabi) untuk meminta kepada Nabi agar hukuman diringankan. Ketika `Usamah bin Zaid menghadap kepada Nabi dan menyampaikan persolan itu, Nabi bukan saja menolak permohonan `Usamah, bahkan menegurnya dan bersabda: Apakah anda akan memberikan dispensasi terhadap seseorang dalam menjalankan keputusan hukum (hadd) dari hukum-hukum Allah? … demi Allah, andaikan Fathimah, putri Muhammad yang mencuri maka saya tetap akan memotong tangannya. (HR Muslim, Ahmad, An-Nasai dan ‘Aisyah r.a) Hadis di atas menunjukkan bahwa hukum harus dijalankan tanpa pandang bulu demi mewujudkan keadilan hukum.Untuk menerapkan keadilan yang merata jugalah, ditetapkan kewajiban membayar zakat.Di samping itu, syariat mengharuskan yang kaya menafkahi kerabatnya yang miskin.Bagi fakir miskin yang tidak mempu bekerja, negara harus memberikan tunjangan huidup bagi mereka sepanjang negara memiliki kemampuan.  Kesetaraan Hukum dalam Islam Permasalahan persamaan atau kesetaraan penerapan hukum merupakan masalah yang senantiasa menarik perhatian.Berapa banyak upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkannya agar hukum-hukum yang berlaku dapat diterapkan kepada siapa saja.Sejumlah tokoh negarawan telah berusaha semaksimal mungkin untuk menuangkan memeraktekkannya dalam bentuk undang-undang demi tercapainya sebuah cita-cita yang diidam-idamkan. Agama Islam yang datang sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta telah menetapkan prinsip kesetaraan dalam hukum.Bahkan dalam masalah ini, Islam telah mendahului para penyeru kesetaraan hukum dari kalangan tokoh-tokoh negarawan di berbagai masa.Sudah pasti, kesetaraan yang ditawarkan oleh Islam bukan semata-mata bersifat teori sebagaimana yang terjadi di berbagai negara.Hukum buatan manusia seakan-akan sangat sulit untuk diterapkan secara merata untuk seluruh lapisan.Hanya sedikit saja yang bisa diterapkan secara merata, itupun tidak terlepas dari pihak-pihak yang mempunyai kepetingan-kepentingan tertentu.Kesetaraan hukum dalam Islam telah dibuktikan secara nyata oleh Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat beliau dan terus dilaksanakan oleh masyarakat muslimin di seluruh dunia. Kita akan melihat sekelumit contoh-contoh nyata kesetaraan hukum dalam Islam yang telah diterapkan dan akan senantiasa diterapkan di negeri-negeri muslim. Contoh pertama adalah masalah obyek pembebanan syari’at Islam.Pembebanan syari’at berlaku untuk semua kalangan yang tidak mempunyai udzur baik berupa shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Contoh kedua adalah Shalat, yang merupakan rukun Islam kedua, menunjukkan sebuah kesetaraan yang dapat terlihat jelas. Kaum muslimin berdiri berjajar dalam satu barisan tanpa membedakan status sosial, usia, dan warna kulit. Demikian pula dalam hal pakaian ihram yang menyatukan muslimin dari seluruh penjuru dunia. Hukum-hukum had ditegakkan bagi siapa saja yang memang semestinya menerimanya tanpa ada pengecualian. Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di umat-umat lain yang hanya menerapkan hukuman kepada orang lemah saja. Telah terjadi sebuah peristiwa pencurian yang dilakukan oleh seorang wanita dari Bani Makhzum di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian keluarga wanita inipun meminta bantuan kepada Usamah bin Zaid, yaitu orang yang sangat dicintai oleh Nabi, untuk memohon kepada Nabi agar diringankan hukumannya. Ketika Usamah menyampaikan maksudnya kepada Nabi, beliau bereaksi dengan sikap marah seraya berkata, “Apakah engkau hendak memohon keringanan kepadaku dalam masalah hukum-hukum had yang telah ditetapkan oleh Allah?” Kemudian beliau berkhutbah sambil berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya yang menyebabkan tersesatnya umat-umat sebelum kalian adalah sikap mereka di mana jika ada seseorang yang berkedudukan mencuri, mereka membiarkannya (tidak menerapkan hukuman), namun jika pelakunya adalah orang lemah maka hukuman ditegakkan. Demi Allah seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, maka sesungguhnya Muhammad sendiri yang akan memotong kedua tangannya.” 3.jelaskan factor-faktor yang menyebabkan munculnya beragam madhab dalam fikih..!! Munculnya Imam madzhab ialah setelah wafatnya para sahabat, yaitu pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah. Menurut Abdul Wahhab Khallaf, lahirnya mazhab-mazhab fiqih dipengaruhi oleh tiga factor sebagai berikut: 1. Perbedaan dalam penentuan sumber-sumber tasyri’ Perbedaan ini terlihat dalam hal: a. Perbedaan dalam ke-tsiqah-an terhadap suatu hadits dan perbedaan pertimbangan yang digunakan dalam men-tarjih (menguatkan) suatu riwayat atas riwayat yang lain, beralasan dengan hadits-hadits mutawatir dan masyhur, serta merojihkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi terpercaya dari kalangan ahli-ahli fiqih. b. Perbedaan dalam menilai fatwa-fatwa sahabat. Abu Hanifah dan para pengikutnya berpedoman pada fatwa-fatwa sahabat tersebut secara keseluruhan. Sedangkan Asy-Syafi’i berpedoman bahwa fatwa-fatwa sahabat tersebut adalah hasil ijtihad yang tidak ma’shum (terpelihara dari kekeliruan). Maka boleh mengambilnya atau berbeda dengan fatwa-fatwa mereka. c. Perbedaan dalam masalah qiyas sebagai tasyri’.Kalangan Syi’ah dan Dhohiriyah tidak membenarkan beralasan dengan qiyas, dan tidak mengganggap qiyas sebagai sumber tasyri’.Sedangkan mayoritas mujtahid berpendapat sebaliknya. 2. Perbedaan dalam pembentukan hukum Para mujtahid terbagi menjadi 2 kelompok: a. Ahli Hadits Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ulama-ulama Hijaz, mereka mencurahkan diri untuk menghafal hadits-hadits dan fatwa-fatwa sahabat, kemudian mengarahkan pembentukan hukum atas dasar pemahaman terhadap hadits-hadits dan fatwa-fatwa tersebut.Mereka lebih condong untuk menjauhi berijtihad dengan ‘pendapat’ dan tidak menggunakannya kecuali dalam keadaan sangat darurat. b. Ahli Ra’yi Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah mujtahid-mujtahid Irak.Mereka memiliki pandangan yang jauh tentang maksud-maksud syari’at.Mereka tidak mau menjauhi ‘pendapat’ karena pertimbangan keluasan ijtihad, dan mereka menjadikan ‘pendapat’ sebagai lapangan luas dalam sebagian besar pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan hukum. Akan tetapi pembagian ini tidak berarti bahwa fuqaha Irak tidak menggunakan hadits dalam pembentukan hukum, dan juga tidak berarti bahwa fuqaha Hijaz tidak berijtihad dan menggunakan ra’yu.Karena kedua kelompok ini rahimahumullah pada dasarnya sepakat bahwa hadits adalah hujjah syar’iyyah yang menentukan dan ijtihad dengan ra’yu, yakni dengan qiyas, adalah juga alasan syar’iyyah bagi hal-hal yang tidak ada nashnya. 3. Perbedaan dalam sebagian prinsip-prinsip bahasa yang diterapkan dalam memahami nash-nash. Misalnya fuqaha berbeda pendapat tentang kata ‘quru’ dalam ayat 228 surat Al-Baqarah: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menunggu tiga kali quru’…” Kata ‘quru’ adalah lafaz musytarak (mempunyai arti lebih dari satu) yang bisa berarti suci atau haid.Sebagian ulama Hijaz berpendapat bahwa iddahnya wanita yang ditalak adalah 3 kali suci.Sedangkan ulama-ulama Irak berpendapat bahwa iddah wanita yang ditalak adalah tiga kali haid. 4. bagaimna sikap saudaratentang ragam madhab dalam fikih..? Menyikapi Perbedaan Madzhab Tujuan madzhab sama, namun jalan untuk menuju ke tujuan beragam. Banyak sebab yang memunculkan perbedaan cara .Pengaruh lingkungan dan budaya dapat memberikan pengaruh yang besar. Keragaman itu sudah menampakan dirinya dibidang fiqih dalam berbagai mazhab di antaranya dalam bentuk mazhab AbuHanifah , mazhab Hambali , mazhab Maliki , mazhab Syafi'i dan mazhab lainnya. Ia juga menampakan pada aliran aliran Sufi yang berbicara dengan bahasa halus mengungkapkan perasaanmanusia , berusaha mengabdi kepada Islam. Dengan tujuan menyempurnakan hati dan ruh mebersihkannya dan mengokohkannya. Sekalipun mazhab Islam banyak, bukan berarti umat Islam tidak lagi memiliki kesatuan akidah, sistem dan politik.Sebab, perbedaan mazhab tersebut tetap tidak mengeluarkan umat Islam dari ranah akidah, sistem dan politik Islam. Di samping itu, perbedaan tersebut merupakan rahmat dalamsyar‘i. Perbedaan di antara Imam Mazhab bukanlah perselisihan namun perbedaan yang dapat diterima atau disebut furuiyyah (cabang) dan kaum muslim dapat memlih di antara empat pilihan tersebut. Hendaknya ukuran standar Ahlussunnah Waljamaah menjadi penentu terhadap apa yang kita ambil dan kita buang dalam membuat konstruksi dan solusi baru. Setiap mazhab mengandung sisi kebenaran . Kita keliru kalau mengabaikan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dengan aliran yang berbeda beda. Sangat keliru kalau kita berusaha membendung dan melenyapkan perbedaan perbedaan tersebut yang artinya melenyapkan fitrah yang Allah gariskan atas manusia. Masing-masing harus berusaha menyebarkan cahaya yang di bawa Al Qur'an dan bidangnya tanpa mengerahkan tenaganya untuk berkonflik dengan pihak lain . Jika memang tidak bisa sepakat dengan pihak lainnya, Setidaknya jangan memicu konflik.Setiap Muslim harus menghindari konflik dan permusuhan dengan kaum Muslim serta tidak mencela dan menggunjing mereka. Kita harus belajar memuji setiap amal baiknya dan membantu orang yang berzikir kepada Allah SWT . Dengan bantuan Allah SWT kita dapat mengharapkanterbangunnya kerja sama, persatuan Dan keharmonisan di antara umat Islam. Secara faktual, potensi luar biasa yang diberikan oleh Allah kepada masing-masing orang jelas berbeda. Dengan perbedaan potensi intelektual tersebut, mustahil semua orang bisa menarik kesimpulan yang sama ketika berhadapan dengan nas-nas syariah. Belum lagi ungkapan dan gaya bahasa (uslûb) al-Quran dan Hadis Nabi yang tidak berbahasa Arab mempunyai potensi multiinterpretasi (ta’wîl), baik karena faktor ungkapan maupun susunan (tarkîb)-nya. Adapun secara syar‘i, dilihat dari aspek sumber (tsubût)-nya, nas-nas syariah tersebut ada yang qath‘i, seperti al-Quran dan Hadis Mutawatir, dan ada yang zhanni, seperti Hadis Ahad.Untuk konteks dalil qath‘i tentu tidak ada perbedaan terkait dengan penggunaannya untuk membangun argumen (istidlâl).Namun, tidak demikian dengan sumber yang zhanni. Karena itulah, bisa disimpulkan, bahwa terjadinya perbedaan pendapat, yang melahirkan ragam mazhab itu, merupakan suatu keragaman. Namun tidak berarti, bahwa keniscayaan tersebut bersifat mutlak dalam segala hal. Demikian halnya, potensi nash-nash syariah untuk bisa dimultitafsirkan juga tidak berarti bebas dengan bentuk dan metode apapun. Sebab, jika tidak ini akan membawa kekacauan. Karenanya, Islam tidak menafikan keniscayaan tersebut, meski Islam juga tidak menjadikan keniscayaan tersebut sebagai hukum.Keniscayaan faktual dan syar‘i tersebut lalu diselesaikan oleh Islam dengan sejumlah hukum yang bisa langsung diimplementasikan serta mampu mewujudkan keharmonisan individual dan kelompok secara simultan.Berikut beberapa cara untuk menyikapi sebuah perbedaan: 1. Membekali diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan ilmu, iman, amal dan akhlaq secara baik dan benar. 2.Memfokuskan dan lebih memprioritaskan perhatian dan kepedulian terhadap masalah-masalah besar ummat, daripada perhatian terhadap masalah-masalah kecil 3. Memahami perbedaan dengan benar, mengakui dan menerimanya sebagai bagian dari rahmat Allah bagi ummat. 4. Menyikapi orang lain, kelompok lain atau penganut madzhab lain dengan baik. 5. Masing-masing berhak untuk mengikuti dan mengamalkan pendapat atau madzhab yang rajih (yang kuat) menurut pilihannya. 6.Terhadap orang lain atau dalam hal-hal yang terkait dengan kemaslahatan .umum, sangat diutamakan setiap kita memilih sikap melonggarkan dan bertoleransi. 7. Tetap mengutamakan dan mengedepankan masalah-masalah prinsip yang telah disepakati atas masalah-masalah furu’ yang diperselisihkan.